Total Tayangan Halaman

Kamis, 19 Januari 2012

Buruh Demo, Cikarang Lautan Manusia


Akibat APINDO batal mencabut gugatannya, Siang tadiseluruh buruh yang berada di kawasan kab.bekasi serentak keluar dan langsung memadati jalanan untuk menggelar demo dan memboikot jalanan.
Konsentrasi masa terpantau membanjiri jalanan di kawasan MM2100, EJIP dan JABABEKA.
Dari beberapa keterangan yang berhasil dihimpun News CC.
"ejip jadi lautan manusia," kata yanie yang juga ikut demo.
Lanjut yani instruksi demo ini sangat mendadak.
Sementara laporan dari buruh yang bekerja di jababeka mengatakan para buruh sudah keluar pabrik dan diarahkan menuju jalanan.
Salah satu pengurus SPSI yang berhasil diwawancarai News CC mengatakan demo mendadak ini sudah harga mati.
"ini sudah harga mati, apindo tidak melakukan gugatannya," terangnya.
Keterangan lain dari ketua buruh bekasi bergerak Obon Tabroni, beliau menjelaskan bahwa dalam pertemuan final semalam antara serikat buruh, bupati, danrem, kadisnaker, dan kapolres pihak apindo mangkir dari pertemuan.
"demo ini terpaksa dilakukan, karena apindo menyimpang dari kesepakatan, semua tahu bahwa provokator aksi kami siapa," tutur ketua buruh bekasi bergerak.
Untuk info lalu lintas siang ini menjadi macet parah, dan gerbang tol sudah ditutup buruh.

Ketika Jurusan SMA Tidak Menjadi Motivasi Untuk Kuliah


Lewat tulisan ini sedikit aku share pengalaman aku saat duduk dikelas tiga SMA. Sebelumnya aku informasikan bahwa aku sekolah di SMAN 1 Cibarusah Kabupaten Bekasi. Sekolah ini jika aku gambarkan berada ditengah kampung Cikoronjo desa Sindangmulya, Cibarusah. Dapat dilukiskan juga Sekolah ini sedikit berada dalam kondisi yang sedikit mepet sawah, berada ditengah permukiman dan tempat percetakan batu-bata. Namun bagaimanapun keadaannya, sekolah ini banyak memberikan pembelajaran kepadaku tentang pemahaman bahwa pentingnya sebuah interaksi didalam bermasyarakat dan motivasi bahwa hidup harus tetap berjalan.

Aku adalah pelajar SMAN 1 Cibarusah yang lulus pada tahun 2010. saat masa penjurusan SMA aku masuk jurusan IPA selama dua tahun mulai dari kelas dua dan tiga SMA. Awal kelas dua mulai masuk penjurusan IPA aku merasa nyaman, meskipun aku tidak suka spesifikasi pelajaran IPA yang lebih menitikberatkan pada hitung-hitungan. Namun perlahan sampai menginjak kelas tiga aku banyak menggeluti dunia pengetahuan sosial, mungkin hal itu dampak dari banyaknya aku melihat pemberitaan sosial politik humanistic yang ditayangkan televisi, radio atau Koran.

Selama itu juga terutama saat menginjak dibangku kelas tiga aku perlahan mulai menekuni kesukaanku dibidang sosial, namun aku tetap mengikuti pembelajaran jurusan IPA, karena itu adalah sebuah konsekuensi yang harus dilanjutkan. Meskipun kala itu  aku mengalami dualisme pembelajaran bagiku tidak ada alasan untuk tetap berprestasi di jurusan IPA. Semua telah aku singkirkan dari otak yang kadang berada dalam keadaan tidak sadar.

Kala itu aku sangat menikmati apa yang aku lakukan, kadang telingaku suka bising dan risih terhadap celotehan rekan SMA yang sibuk pusing dan ribut dengan jurusan apa yang dipilih nanti saat kuliah. Saat itu aku bergumam dalam hati dan mengatakan bahwa teman yang ribut memikirkan jurusan apa yang dipilih saat nanti kuliah adalah orang yang tidak tahu akan jati dirinya sendiri, orang yang tidak tahu akan apa yang menjadi kelebihannya sendiri, dan orang yang belum memahami potensinya sendiri.

Bahkan ada teman yang mengungkapkan bahwa mereka mengambil jurusan ini karena ada tuntutan dari orang tua, ada juga yang pasti memilih jurusan ini karena mengikuti trend yang oleh teman-teman lain dipilih, ada juga memilih jurusan yang sesuai hobinya. Tentu itu adalah pilihan yang diambil teman-temanku, aku tidak mau berpolemik mengurusi apa yang menjadi pilihan mereka. Karena toh nanti yang menjalaninya adalah masing-masing individu. Sebagai teman, aku hanya bisa memberikan dukungan dan doa terbaik.

Sebaliknya dengan ku, kala itu aku tidak terlalu berpolemik dengan jurusan kuliah apa yang nanti ku pilih. Karena aku sudah merasa yakin dengan apa yang sudah aku suka dan tekuni yaitu bergerak dibidang sosial. Serta aku juga merasa bahwa teknik komunikasi berbicara yang aku punya adalah suatu anugerah potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengambil jurusan politik atau jurusan komunikasi.

Keyakinanku kini terjawab, saat aku mengambil jurusan Ilmu Pemerintahan dimana spesifikasi pembelajarannya merupakan turunan dari Ilmu Politik. Keyakinan itu berupa perwujudan abstrak tentang inilah jalan hidup aku, jalan yang harus tetap disusuri meski berliku. Kuliah tidak sekedar kuliah mempelajari ilmu politik, namun nyata bergerak dibidang sosial kemasyarakatan. Itu adalah suatu asset yang terus dipupuk untuk menapaki petilasan jalan yang telah dipilih.

Sebelum terjun didunia Ilmu Pemerintahan, aku sempat berjuang mengejar jurusan ilmu politik murni disalah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Depok. Tak hanya itu, jurusan Ilmu Komunikasi juga yang aku pilih saat proses masa pendaftaran sempat aku perjuangkan. Meskipun tidak masuk jurusan ilmu komunikasi dan sekarang menggeluti formal pendidikan ilmu pemerintahan, aku masih bisa mengimplementasikan ilmu komunikasi dengan berkarya lewat karya tulisan dan diplomasi komunikasi yang diterapkan saat menerapkan ilmu politik dimasyarakat dan berorganisasi.

Semua tidak sia-sia, dualisme pembelajaran saat aku SMA menekuni jurusan IPA telah terbayar dengan sebuah kenikmataan yang tak dapat ku lukiskan. Melihat orang lain tersenyum saat aku bisa membantunya masuk rumah sakit, melihat tawa sumbringah seorang ibu kala aku membantu anaknya mendapatkan pengobatan yang layak, dan kala semua orang tertegun membaca karyaku. Itu belum cukup bagiku, masih perlu belajar dan terus melakukan pengembangan kemampuan yang lebih komprehensip.

Semua terasa nikmat jika dilakukan dalam koridor sebuah keikhlasan dan keyakinan pribadi.



Jumat, 13 Januari 2012

HUJAN… Jangan Berani Keroyokan Dong

Saban hari di musim pancaroba – penghujan seperti ini tidaklah berlebihan hari-hari selalu dihiasi cuaca panas yang dalam seketika langsung mendung, hujan yang mengiringi alunan jiwa siang dan malam hari, semua nampak indah dan menjadikan hari kita begitu berwarna. Terkadang hal tersebut juga membuat hati jengkel dan mengesalkan. Namun biarlah jangan terlalu berpolemik dengan hal itu, bersyukur atas segala pemberian-Nya.

Pernah dibeberapa waktu kemarin ketika aku sedang mengendarai sepeda motor saat sedang asyik berkendara, tiba-tiba hujan pun langsung turun membasahi sekujur tubuh dan pakaianku. Seketika perasaan hati kala itu langsung menderita galau, “haduh kehujanan coy,” dalam hati.

Masih ingat jelas saat itu aku tidak berhenti untuk berteduh, alasan ku sangat simpel karena badan sudah terlanjur basah kuyup dan rute perjalanan sedikit lagi sampai. Selama itu juga aku yang berkendara tanpa menggunakan helm merasakan keroyokan butiran hujan yang terasa begitu amat pedas kering (kalau bahasa sunda peureus) dan rada sakit ketika menghujam bawah kelopak mataku.

Memang salahku juga kenapa berkendara tidak menggunakan helm, sebab waktu itu aku tak pernah terpikir akan turun hujan. Selain itu karena aku juga tak terlalu jauh berkendaranya. Alhasil aku mengendalikan kendaraan hanya dengan satu tangan untuk menarik tali gas dan tangan kiri aku jadikan sebagai topi mata. Tujuannya sederhana, selain untuk mengurangi keroyokan hujan juga untuk memperjaun jarak pandang. Karena bisa diketahui saat hujan deras pandangan akan jalan sangat pendek dan terbatas.

Entah apa yang terpikir saat itu, ditengah perihnya wajah karena tertimpa jutaan butir air hujan, melihat jarak jalanan yang terbatas, masih sempatnya aku berceloteh dengan diri sendiri, “ah ini hujan beraninya main keroyokan,” kataku sambil focus berkendara.
Lalu hati berpolemik dengan sendirinya mengikuti celotehan yang sudah dilontarkan hujan beraninya main keroyokan.

Aku tertawa sendiri bukan berarti gila atau tidak waras, tetapi pikirku ini merupakan sebuah bentuk ekspresi tentang kekritisan jiwa sendiri. Bertanya mengapa butiran hujan beraninya keroyokan, padahal hujan sudah seperti inilah hakikatnya. Turun membasahi secara bersama-sama dengan intensitas yang cukup tinggi. Pertanyaan yang kalau kata temanku bertanya mengapa hujan turun secara bersama-sama adalah pertanyaan filsafat yang harus mampu dijawab secara lugas dan tuntas sampai keakarnya.

Ya mungkin barangkali inilah salah satu bentuk kekritisan jiwa ku pada alam, eits tapi jangan lupa satu hal pasti kita harus tetap bersyukur kepada-Nya. Semua milik-Nya dan segala yang ada dijagad raya adalah ciptaan-Nya termasuk hujan.  So far so good

Tak terasa bercengkrama dengan hujan saat itu harus diakhiri karena aku telah tiba dirumah. Sesampainya rumah aku menundukan kepala melihat kondisi tubuh dalam keadaan basah kusup rayap mengalir. Iya inilah nikmat hidup yang tak terlukiskan, main hujan-hujanan yang tak disengaja.

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” QS  Al A'raaf : 57

Selasa, 03 Januari 2012

MENCERMATI WARNA KEBANGSAAN KITA

KEBANGSAAN atau nasionalisme setiap bangsa memang meiliki warnanya masing-masing. Disisi lain kebangsaan juga memberi warna kepada kehidupan bangsa, baik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa maupun dalam kehidupan bernegara. Demikian pula kebangsaan bangsa Indonesia, meiliki warna tersendiri yang berbeda dengan  warna kebangsaan bangsa lain.kebangsaan bangsa Indonesia selain memiliki sifat atau warna yang khas tersebut, juga memberikan warna pada sikap dan perilaku terhadap  seluruh kegiatan bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Oleh sebab itu kebangsaan atau nasionalisme yang sifatnya abstrak itu, tidak mungkin “dibicarakan” secara teoritik semata-mata. Kebangsaan atau nasionalisme itu apa? Secara teoritik setiap pakar, setiap ahli atau setiap cendikiawan dapat memberikan definisi yang berbeda, berdasarkan pendapat atau teorinya masing-masing. Teori tersebut dapat dituliskan dalam berlembar-lembar halaman buku. Akan tetapi jika kita “bicara” mengenai  kebangsaan atau nasionalisme bangsa Indonesia, artinya kita berbicara mengenai fakta. Bangsa Indonesia itu fakta, yang terbentuk pada tahu 1928. Bansa Indonesia itu komunitas dari masyarkat suku-suku bangsa yang mendiami kepulauan yang terletak diantara benua Asia dan Australia serta di antara samudra Pasifik dan samudra Hindia – yang disebut nusantara. Itu semua fakta.

Bangsa Indonesia ialah bangsa yang menyatakan kemerdekaannya (simak kalimat Proklamasi: “kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”) pada tanggal 17 Agustus 1945 dan kemudian mendirikan Negara bangsa atau Negara kebangsaan Indonesia (nation state), pada tanggal 18 Agustus 1945, (simak alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Republiki Indonesia 1945, “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang etrbentuk dalam suatu  susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”).

Maka marilah kita cermati warna kebangsaan kita dan sampai di aman atau bagaimana kebangsaan kita memberi warna pada kehidupan bangsa Indonesia. Tentu upaya kita ini berangkat dari landasan yang telah ditata oleh para pendiri bangsa  dan Negara Indonesia selama 65 tahun. Namun kita juga tidak boleh mengingkari adanya teori politik dan social serta budaya yang dikemukakan oleh para pakar ilmuwan.

Jika kita perhatikan tiga kalimat ikrar yang disampaikan oleh para pemuda dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, yaitu :

Pertama, kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.

Kedua, kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air satu, tanah Indonesia.

Ketiga, kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Kemudian jika kita fahami pidato bung karno di depan rapat pleno Dokuritsu Zyunbi Coosokai atau Badan Penyelidik  Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang menyatakan : “Pendek kata, bangsa Indonesia, natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan “le desir d’etre ensemble” diatas daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh Indonesia, yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah, tinggal di kesemuannya pulau-pulau Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian semuanya!”

Mak bangsa Indonesia dibentuk bukan sekedar memenuhi kehendak untuk bersatu (Ernest Renan). Bukan pula karena adanya persamaan perangai (karakter) dan persamaan nasib kemudian bangsa Indonesia bersatu menjadi satu komunitas bangsa (Otto Bauer). Melainkan bangsa Indonesia berkehendak menjadi satu bangsa untuk mengusir penjajah dari tanah Indonesia sehingga menjadi bangsa yang merdeka, kemudian mendirikan Negara bangsa atau Negara kebangsaan guna mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyatnya secara adil.

Alur piker kebangsaan Indonesia itu dapat kita simak dalam seluruh kalimat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mendukung pokok-pokok pikiran bangsa Indonesia, yang merupakan derivasi atau jabaran dari tiga kalimat ikrar pada Sumpah Pemuda 1928. Pokok-pokok pikiran bangsa Indonesia tersebut antara lain

·         Kemerdekaan ialah hak segala bangsa;
·         Penjajahan itu bertentangan dengan keadilan;
·         Kemerdekaan barulah titik awal (pintu gerbang) menuju bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur;
·         Kemerdekaan bangsa Indonesia yang dinyatakan dalam proklamasi bukanlah semata-mata keinginan (kehendak) luhur bangsa Indonesia, melainkan juga atas rahmat (kehendak) Allah yang Maha Kuasa;
·         Dengan kemerdekaan tersebut bangsa Indonesia membentuk Negara (Negara bangsa/Negara kebangsaan), yaitu Negara Kesaturan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat;
·         Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut ialah ketuhanan yang maha esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan Indonesia;kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
·         Tujuan bangsa Indonesia membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat secara adil (tujuan nasional0;
·         Adapun tugas utama pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ialah;melindungi seluruh bangsa Indonesia; melindungi seluruh wilayah kedaulatan Negara; memajukan kesejahteraan umum (membangun kehidupan lahir dan batin bangsa Indonesia); dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarka kemerdekaan (bukan berdasar imperialisme/kolonialisme), berdasarkan perdamaian abadi (bukan berdasarkan ancaman dan perlombaan persenjataan), dan berdasarkan keadilan sosial (berdasarkan kesederajatan dan kesetaraan setiap bangsa).

Pokok-pokok pikiran bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tersebut dengan sendirinya memberikan warna pada kebangsaan atau nasionalisme bangsa Indonesia. Warna kebangsaan itulah yang membedakan dengan nasionalisme bangsa lain. Warna kebangsaan itulah yang memberikan identitas kebangsaan bangsa Indonesia.

Identitas kebangsaan bangsa Indonesia tersebut dengan sendirinya dan seharusnya mengalir memberikan warna pada sikap dan perilaku bangsa Indonesia dalam kegiatan masyarakat, kehidupan bangsa dan kehidupan Negara. Konsekuensinya semua kebijakan yang dirumuskan dan kemudian ditetapkan oleh pemerintah maupun oleh Negara, baik kebijakan politik, kebijakan ekonomi, kebijakan sosial budaya maupun kebijakan pertahanan keamanan haruslah sama warnaya dengan warna kebangsaan bangsa Indonesia.

Dengan kata lain semua kebijakan pemerintah dan Negara harus berdasarkan nilai-nilai kebangsaan bangsa Indonesia. Oleh karenanya untuk membangun bangsa Indonesia dan utamanya membangun karakter bangsa Indonesia (nation and character building) baik para pejabat pemerintah maupun pejabat Negara, tidak perlu mengadakan “studi banding” ke Negara lain. Marilah semua komponen bangsa Indonesia, mempelajari kembali dengan cermat supaya dapat memahami nilai-nilai kebangsaan yang telah disusun serta dibangun oleh para pendiri bangsa dan Negara Indonesia. Nilai-nilai kebangsaan yang mengakar, kuat pada budaya nasional bengsa Indonesia tidak akan tumbuh subur dan rindang mengayomi bangsa Indonesia, jika tidak disiram, dipelihara dan dipupuk oleh bangsa sendiri.

Ataukah bangsa Indonesia memang lebih suka diayomi oleh bangsa lain ?

Kalau begitu untuk apa kita berjuang membangun bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur?. Untuk apa bangsa Indonesia “menciptakan” warna kebangsaannya sendiri yang berbeda dengan warna kebangsaan bangsa lain? Bukankah Allah menciptakan keanekawarnaan, warna-warni dan keanekaragaman demi keindahan



Sumber : Jurnal Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Edisi 11 Februari 2011, halaman 14 – 16, tulisan dari Hernowo Hadiwonggo.