Total Tayangan Halaman

Jumat, 13 Januari 2012

HUJAN… Jangan Berani Keroyokan Dong

Saban hari di musim pancaroba – penghujan seperti ini tidaklah berlebihan hari-hari selalu dihiasi cuaca panas yang dalam seketika langsung mendung, hujan yang mengiringi alunan jiwa siang dan malam hari, semua nampak indah dan menjadikan hari kita begitu berwarna. Terkadang hal tersebut juga membuat hati jengkel dan mengesalkan. Namun biarlah jangan terlalu berpolemik dengan hal itu, bersyukur atas segala pemberian-Nya.

Pernah dibeberapa waktu kemarin ketika aku sedang mengendarai sepeda motor saat sedang asyik berkendara, tiba-tiba hujan pun langsung turun membasahi sekujur tubuh dan pakaianku. Seketika perasaan hati kala itu langsung menderita galau, “haduh kehujanan coy,” dalam hati.

Masih ingat jelas saat itu aku tidak berhenti untuk berteduh, alasan ku sangat simpel karena badan sudah terlanjur basah kuyup dan rute perjalanan sedikit lagi sampai. Selama itu juga aku yang berkendara tanpa menggunakan helm merasakan keroyokan butiran hujan yang terasa begitu amat pedas kering (kalau bahasa sunda peureus) dan rada sakit ketika menghujam bawah kelopak mataku.

Memang salahku juga kenapa berkendara tidak menggunakan helm, sebab waktu itu aku tak pernah terpikir akan turun hujan. Selain itu karena aku juga tak terlalu jauh berkendaranya. Alhasil aku mengendalikan kendaraan hanya dengan satu tangan untuk menarik tali gas dan tangan kiri aku jadikan sebagai topi mata. Tujuannya sederhana, selain untuk mengurangi keroyokan hujan juga untuk memperjaun jarak pandang. Karena bisa diketahui saat hujan deras pandangan akan jalan sangat pendek dan terbatas.

Entah apa yang terpikir saat itu, ditengah perihnya wajah karena tertimpa jutaan butir air hujan, melihat jarak jalanan yang terbatas, masih sempatnya aku berceloteh dengan diri sendiri, “ah ini hujan beraninya main keroyokan,” kataku sambil focus berkendara.
Lalu hati berpolemik dengan sendirinya mengikuti celotehan yang sudah dilontarkan hujan beraninya main keroyokan.

Aku tertawa sendiri bukan berarti gila atau tidak waras, tetapi pikirku ini merupakan sebuah bentuk ekspresi tentang kekritisan jiwa sendiri. Bertanya mengapa butiran hujan beraninya keroyokan, padahal hujan sudah seperti inilah hakikatnya. Turun membasahi secara bersama-sama dengan intensitas yang cukup tinggi. Pertanyaan yang kalau kata temanku bertanya mengapa hujan turun secara bersama-sama adalah pertanyaan filsafat yang harus mampu dijawab secara lugas dan tuntas sampai keakarnya.

Ya mungkin barangkali inilah salah satu bentuk kekritisan jiwa ku pada alam, eits tapi jangan lupa satu hal pasti kita harus tetap bersyukur kepada-Nya. Semua milik-Nya dan segala yang ada dijagad raya adalah ciptaan-Nya termasuk hujan.  So far so good

Tak terasa bercengkrama dengan hujan saat itu harus diakhiri karena aku telah tiba dirumah. Sesampainya rumah aku menundukan kepala melihat kondisi tubuh dalam keadaan basah kusup rayap mengalir. Iya inilah nikmat hidup yang tak terlukiskan, main hujan-hujanan yang tak disengaja.

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” QS  Al A'raaf : 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar